Rabu, 20 Januari 2016

Kepel (Stelechocarpus burahol (Blume) Hook. f. & Thomson ), buah klangenan para Raja yang semakin langka

Buah Kepel
(Stelechocarpus burahol (Blume) Hook. f. & Thomson )
Oleh : Budi Santoso., S.Si., M.Si
Pendahuluan
Buah ini  dalam budaya jawa mempunyai peran penting, pada masa lalu buah ini konon menjadi buah favorit keluarga kesultanan Jogja. Bahkan karenanya bunga buah ini dijadikan sebagi bagian dari simbol/logo provinsi Daerah Istimewa Jogjakarta karena mempunyai filosofi adiluhung.
Buah yang  terancam punah ini dikenal sebagai buah Kepel, kepel, Keppel, burahol, Simpel, Kecindul, Turalak, kepel, merupakan tanaman dari kelompok annonaceae yang tersebar di Asia Tenggara.  Di Jawa keberadaan tanaman ini masih ditemukan tersebar di beberapa hutan dengan ketinggian dari permukaan laut yang bervariasi.  Menurut Trubus edisi Juni 2001, ketinggian optimal untuk pertumbuhan tanaman ini adalah 150-300mdpl.
Daun
Daun Kepel tunggal, lonjong meruncing (elip) dengan panjang antara 12 – 27 cm dan lebar 5 – 9 cm. Warna daun Kepel hijau gelap. Daun muda berwarna kemerahan pada pucuknya.Bunga berkelamin tunggal, harum.
Bunga
bunga Cauliflorous; Bunga jantan terdapat pada batang bagian atas atau cabang yang tua bergerombol antara 8 sampai 16. Sedangkan bunga betina hanya terdapat pada batang bagian bawah. bunga putih kecil. Dapat bunga dan buah lebih dari sekali setahun.
Buah
Tanaman ini mulai berbuah pada umur 5-6 tahun.  Dengan umur buah siap panen mencapai 3,5-4 bulan semenjak bunga.  Buahnya berbentuk bulat, dengan diameter 2-3 inci,Kulit buah berwarna coklat sementara itu daging buahnya berwarna orange (kalo matang), berbauharum, dengan tekstur buah halus  dengan rasa mangga dan sedikit semriwing.  Keunikan dari tanaman ini adalah berbuah sepanjang tahun dan buahnya muncul pada batang pohonnya. 
Habitus
Pohon ini tumbuh tegak menjulang hingga 20-25 meter, dengan diameter dapat mencapai 40cm.  Daunnya rimbun dengan pucuk daun berwarna kemerahan.  Pucuk daun/tunas akan bermunculan setelah masa buah berakhir. Pada kulit batangnya terdapat benjolan-benjolan bekas tempat bunga dan buah karena bunga dan buah kepel memang muncul di batang pohon bukannya di pucuk ranting atau dahan.
Pertumbuhan
Memerlukan tanah subur yang sedikit asam dengan  drainase yang baik. Tidak tahan kekeringan dan garam. Jenis pertumbuhan pohon lambat.Sementara itu penyakit yang patut diperhatikan adalah jamur.
Habitat dan Persebaran. 
Pohon Kepel atau Burahol tersebar mulai  Malaysia, Indonesia hingga Kepulauan Solomon bahkan Australia. Sementara itu keberadaanya di  Indonesia, terutama di Jawa mulai jarang dan langka
Khasiat
Secara tradisional Kalangan istana di Jogjakarta dulu sering menggunakan buah ini sebagai penyegar nafas dan dan pengharum keringat sehingga spesies ini dikenal di Jawa memiliki nilai sebagai deodoran oral.  Sebuah studi 2012 menunjukkan bahwa buah ini dapat dapat digunakan untuk mengurangi bau kotoran dengan mengaktifkan bakteri probiotik Bifidobacterium.  Selain itu buah kepel dapat dipergunakan sebagai antihyperuricemic, dan secara tradisional telah digunakan untuk mengobati asam urat dan mencegah peradangan ginjal karena mempunyai fungsi antidiuretik.
Pada masa lalu buah ini juga diyakini oleh kalangan istana dapat digunakan sebagai kontrasepsi. Kayunya yang keras dapat dipergunakan sebagai perabotan rumah tangga, sementara daun mudanya digunakan untuk menurunkan kolesterol.
Konservasi Pohon Kepel. 
Pohon Kepel (Stelechocarpus burahol) telah menjadi salah satu pohon yang langka di Indonesia. Kelangkaan tersebut mungkin karena adanya  anggapan bahwa pohon ini sebagai pohon keraton yang hanya pantas di tanam di istana.   Sehingga masyarakat jelata merasa takut kena tuah jika menanam pohon ini.
Sementara itu perhatian masyarakat di dunia terhadap tanaman di begitu tinggi, terbukti dengan adanya forum-forum yang dibuat untuk mendiskusikan tanaman ini.  Salah satunya adalah  tropicalfruitforu m.com (lihat gambar).  Forum-forum tersebut pada intinya berupaya agar tanaman ini dapar lestari keberadaannya.
Pada tahun 1998 PT Posindo (Dulu PT. Pos Indonesia) menerbitkan perangko buah kepel pada seri tanaman langka dengan nominal Rp. 500,-.  Penerbitan perangko ini menjadi bagian ihtiar untuk mengkonservasi tanaman ini.

Taksonomi
Kingdom         : Plantae
Divisi               : Tracheophyta 
Sub Divisi       : Spermatophyta
Klas                 : Magnoliopsida
Ordo                : Magnoliales
Famili              : Annonaceae
Genus              : Stelechocarpus

Spesies            : S. burahol (Blume) Hook. f. & Thomson

Rabu, 13 Januari 2016

Buah Keledang, Buah Asli Kalimantan

Kledang (Arthrocarpus lanceifolius)

Buah ini merupakan buah asli Kalimantan, pohonnya menjulang hingga mencapai 35 meter.  Pada saat musim buah, Kledang masih dapat dijumpai di pasar-pasar tradisional di kota-kota di Kalimantan.  Eksotisme buah ini memang kalah dengan ketenaran buah cempedak.  Cempedak berbau harum menyengat dan banyak penikmatnya, sementara Kledang cenderung tidak berbau tajam, namun rasanya yang manis asam menyegarkan masih menjadi daya Tarik tersendiri. Buah kledang berbentuk membulat dengan diameter dapat mencapai 20-25cm, tidak seperti keluarganya cempedak yang memanjang.  Daging buahnya berwarna putih atau kuning kemerahan (orange) dengan biji kecil didalamnya.
Buah keledang rasanya manis dan daging buahnya terpisah dari bijinya seperti nangka. Sensasi rasanya merupakan campuran antara nangka dan manggis. Warna kulit buahnya jingga kemerahan dan bentuk buahnya seperti cempedak. Buah keledang termasuk salah satu buah-buahan asli hutan Kalimantan yang tumbuh merata di seluruh daratan pulau ini.

Nama Lokal
Tumbuhan ini termasuk suku Moraceae (nangka-nangkaan), berkerabat dengan mentawa, kluwih, pintaucempedaksukunselankingbenda, dan nangka.  Nama-nama lainnya, di antaranya, kÄ•ledang (Mly.); simar naka (Bat.); bangsal (Dy.); khanun-pa (Thai). Di Kalimantan, pohon ini dikenal dengan berbagai sebutan seperti bangsal, binturung, bunon, kayu dadak, emputu, kakian, sedah, tempunang. Juga ada yang menyebutnya kateh, keledang, kledang, paribalek, peruput, pudu, tarap hutan, katebung, tiwadak banyu, dan lain-lain.
Habitus
Pohon berukuran sedang; tinggi mencapai 36 m dengan batang lurus; batang bebas cabang bisa mencapai 25 m dan gemang batang hingga 275 cm.  Pohon ini terdapat banir namun pendek di atas permukaan tanah Pepagan halus, kelabu-pucat sampai hampir hitam, bagian dalamnya cokelat kekuningan; dengan getah berwarna putih pucat, kental.
Ranting-ranting tebalnya 6-8 mm, berambut atau gundul. Daun penumpu membungkus ujung ranting, 1,5-4,5 cm, berambut pendek, meninggalkan bekas luka bentuk cincin di ranting. Daun-daun kaku menjangat, bundar telur lanset hingga bundar telur jorong, 10-35 × 5–20 cm; gundul di kedua sisi; ujungnya membundar hingga runcing berekor, ekor hingga 12 mm; bertepi rata hingga menggelombang; pangkalnya menyempit, agak tak simetris; bertangkai 1–3 cm, gundul, beralur dangkal atau dalam di sisi atas. Daun pada anak pohon berbeda bentuk, berbagi atau bercangap.
Bunga terletak dalam bongkol di ketiak, Bunga betina soliter dan yang jantan berpasangan. Bongkol jantan bentuk gelendong atau serupa jari, 30-60 × 12–18 mm, halus; bertangkai 25–70 mm. Buah semu (syncarp) cokelat zaitun hingga coklat berangan kusam; membulat, lk. 8 × 7 cm, tertutup oleh tonjolan-tonjolan serupa duri pendek yang tumpul; bertangkai 4 cm. Biji-biji elipsoid, 12-15 × 8 mm, terbungkus ‘daging buah’ berwarna putih atau jingga terang.
Penyebaran
Keledang menyebar mulai dari ThailandSemenanjung MalayaSumateraBangkaKepulauan Lingga dan Riau, dan Borneo. Ada dua anak jenisnya, yakni A. l. lanceifolius danA. l. clementis (Merr.) Jarrett; yang terakhir ini endemik di Borneo bagian timur laut. Umumnya ditemukan di hutan hujan tropika dataran rendah dan perbukitan hingga ketinggian 600(-1100) m dpl.
Manfaat
Kayu Kledang (A. Lanceifolius) termasuk kayu yang tergolong berat (densitasnya pada kadar air 15% antara 510 – 855 kg/m3).  Oleh masyarakat sekitar hutan Kalimantan sering kali dimanfaatkan untuk konstruksi berat, bahan furnitur rumah tangga, pembuatan perahu, , peti mati, dan lain-lain. Tumbuhan ini juga menghasilkan bahan pewarna, dan buahnya dapat dimakan.
A. lanceifolius merupakan sumber metabolit sekunder turunan fenol, terutama golongan flavonoid, yang kemungkinan dapat digunakan sebagai bahan obat-obatan karena bersifat sitotoksik. Beberapa senyawa flavonoid terprenilasi yang baru, di antaranya jenis-jenis dari kelompok artoindonesianin, telah berhasil diisolasi dari pepagan dan kayu keledang.
Klasifikasi
Kingdom           : Plantae (planta, plantes, plants, vegetal)
Sub-kingdom    : Tracheobionta (vascular plants)
Super-division   : Spermatophyta
Division             : Magnoliophyta (angiosperms, flowering plants, phanerogames)
Sub-division      : Angeospermae
Class                  : Magnoliopsida (dicots, dicotyledones, dicotyledons)
Sub-class           : Hamamelididae
Order                 : Urticales Family : Moraceae
Genus                : Artocarpus

Species              : Artocarpus lanceifolius Roxb.